Modernisasi yang lahir di Barat akan
cenderung ke arah Westernisasi, memiliki tekanan yang kuat meskipun unsur-unsur
tertentu dalam kebudayaan asli negara ketiga dapat selalu eksis, namun
setidaknya akan muncul ciri kebudayaan barat dalam kebudayaannya (Schoorl,
1988). Schoorl membela modernisasi karena dengan gamblang menyatakan
modernisasi lebih baik dari sekedar westernisasi. Dube memberikan pernyataan
yang tegas bahkan cenderung memojokkan modernisasi dengan mengungkapkan
berbagai kelemahan modernisasi, antara lain keterlibatan negara berkembang
diabaikan, konsep persamaan hak dan keadilan sosial tidak menjadi sesuatu yang
penting untuk dibicarakan. Lebih lanjut Dube
menjelaskan kelemahan modernisasi antara lain :
- Modernisasi yang
mendasarkan pada penggunaan ilumu pengetahuan dan teknologi pada
organisasi modern tidak dapat diikuti oleh semua negara.
- Tidak adanya
indikator sosial pada modernisasi.
- Keterlibatan
negara berkembang diabaikan, konsep persamaan hak dan keadilan sosial
antara negara maju dan berkembang tidak menjadi sesuatu yang penting untuk
dibicarakan.
- Modernisasi yang
mendasarkan pada penggunaan iptek pada organisasi modern tidak dapat
diikuti oleh semua negara.
- Tidak adanya
indikator sosial pada modernisasi.
- Keberhasilan
negara barat dalam melakukan modernisasi disebabkan oleh kekuasaan
kolonial yang mereka miliki sehingga mampu mengeruk SDA dengan mudah dari
negara berkembang dengan murah dan mudah.
Keberhasilan negara barat dalam melakukan
modernisasi disebabkan oleh kekuasaan kolonial yang mereka miliki sehingga
mampu mengeruk sumberdaya alam dari negara berkembang dengan murah dan mudah.
Modernisasi tidak ubahnya seperti kolonialisme gaya baru dan engara maju
diibaratkan sebagai musang berbulu domba oleh Dube. Dube selain mengkritik
modernisasi juga memberikan berbagai masukan untuk memperbaiki modernisasi. Pendekatan-pendekatan yang digunakan lebih “memanusiakan
manusia”.
Pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia selama ini
juga tidak lepas dari pendekatan modernisasi. Asumsi modernisasi sebagai jalan
satu-satunya dalam pembangunan menyebabkan beberapa permasalahan baru yang
hingga kini menjadi masalah krusial Bangsa Indonesia. Penelitian tentang modernisasi di Indonesia yang
dilakukan oleh Sajogyo (1982) dan Dove (1988). Kedua hasil penelitian mengupas
dampak modernisasi di beberapa wilayah Indonesia. Hasil penelitian keduanya
menunjukkan dampak negatif modernisasi di daerah pedesaan. Dove mengulas lebih
jauh kegagalan modernisasi sebagai akibat benturan dua budaya yang berbeda dan
adanya kecenderungan penghilangan kebudayaan lokal dengan nilai budaya baru.
Budaya baru yang masuk bersama dengan modernisasi.
Dove dalam penelitiannya di membagi dampak
modernisasi menjadi empat aspek yaitu ideologi, ekonomi, ekologi dan hubungan
sosial. Aspek ideologi sebagai kegagalan modernisasi mengambil contoh di daerah
Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Penelitian Dove menunjukkan bahwa modernisasi
yang terjadi pada Suku Wana telah mengakibatkan tergusurnya agama lokal yang
telah mereka anut sejak lama dan digantikan oleh agama baru. Modernisasi seolah
menjadi sebuah kekuatan dahsyat yang mampu membelenggu kebebasan asasi manusia
termasuk di dalamnya kebebasan beragama. Pengetahuan lokal masyarakat juga menjadi sebuah komoditas jajahan bagi
modernisasi. Pengetahuan lokal yang sebelumnya dapat menyelesaikan permasalahan
masyarakat harus serta merta digantikan oleh pengetahuan baru yang dianggap
lebih superior. Sajogyo membahas proses modernisasi di Jawa yang menyebabkan
perubahan budaya masyarakat. Masyarakat Jawa dengan tipe ekologi sawah selama
ini dikenal dengan “budaya padi” menjadi “budaya tebu”. Perubahan budaya ini
menyebabkan perubahan pola pembagian kerja pria dan wanita. Munsulnya konsep
sewa lahan serta batas kepemilikan lahan minimal yang identik dengan kemiskinan
menjadi berubah. Pola perkebunan tebu yang membutuhkan modal lebih besar
dibandingkan padi menyebabkan petani menjadi tidak merdeka dalam mengusahakan
lahannya. Pola hubungan antara petani dan pabrik gula cenderung lebih
menggambarkan eksploitasi petani sehingga semakin memarjinalkan petani.
0 Comments:
Post a Comment